KIMIA ORGANIK FISIK
Mempelajari kimia organik fisik
pada hakekatnya adalah mengkaji aspek fisik dari suatu senyawa organik.
Dengan mengetahui secara baik aspek fisik suatu molekul organik maka
dapat dirancang suatu sintesa molekul target tertentu dengan pendekatan
diskoneksi terutama mensintesis suatu senyawa yang bermanfaat khususnya
untuk obat-obatan yang secara alami kadarnya sangat rendah dalam makhluk
hidup. Dalam perancangan suatu sintetik mutlak memahami reaktivitas
starting material, jenis dan mekanisme reaksinya serta kemungkinan reksi
samping yang terjadi dan bagaimana agar suatu reaksi bersifat
kemoselektif.
Dalam kimia organik fisik terdapat beberapa hal yang dikaji yaitu :
- Keelektronegatifan
- Ikatan Hidrogen
- Gaya van Der Waals
- Polarizabilitas
- Gugus Fungsi
- Efek Induksi
- Efek Resonansi
- Hiperkonjugasi
- Tautomeri
- Regangan Ruang
1. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan suatu atom
untuk bermuatan negatif atau untuk menangkap elektron dari atom lain.
Besarnya keelektronegatifan dapat diukur dengan menggunakan skala
Pauling. Harga skala Pauling berkisar antara 0,7 – 4,0.
Skala Pauling adalah skala yang dikenalkan pertama
sekali tahun 1932, dan merupakan skala yang paling sering digunakan
dalam pengukuran elektronegativitas suatu unsur. Fluor (unsur yang
paling elektronegatif) diberikan skala Pauling dengan harga 4.0, dan
harganya menurun sampai cesium dan fransium yang setidaknya hanya
memiliki elektronegatifitas pada skala 0.7
2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul
atau antar dipol-dipol yang terjadi antara dua muatan listrik parsial
dengan polaritas yang berlawanan. Walaupun lebih kuat dari kebanyakan
gaya antarmolekul, ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion . Dalam makromolekul seperti protein dan asam nukleat,
ikatan ini dapat terjadi antara dua bagian dari molekul yang sama. dan
berperan sebagai penentu bentuk molekul keseluruhan yang penting.
Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki atom N, O,
atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas (lone pair electron).
Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron
bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besar ikatan bervariasi
mulai dari yang lemah (1-2 kJ mol−1) hingga tinggi (>155 kJ mol−1).
Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan
elektronegativitas antara atom-atom dalam molekul tersebut. Semakin
besar perbedaannya, semakin besar ikatan hidrogen yang terbentuk.Ikatan hidrogen memengaruhi titik didih suatu senyawa. Semakin besar
ikatan hidrogennya, semakin tinggi titik didihnya. Namun, khusus pada
air (H2O), terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya.
Akibatnya jumlah total ikatan hidrogennya lebih besar daripada asam
florida (HF) yang seharusnya memiliki ikatan hidrogen terbesar (karena
paling tinggi perbedaan elektronegativitasnya) sehingga titik didih air
lebih tinggi daripada asam florida. Ikatan hidrogen juga sangat berpengaruh pada spektroskopi. Contoh yang paling nyata adalah pada Spektroskopi inframerah , di mana adanya ikatan hidrogen akan memperlebar stretching.
3. Gaya Van der Waals
Gaya van der Waals adalah interaksi lemah antara molekul yang melibatkan
dipol. Molekul polar memiliki interaksi dipol-dipol permanen.Jenis pertama dari gaya antarmolekul yang kita akan membahas disebut
van der Waals, setelah kimiawan Belanda Johannes van der Waals
(1837-1923). Gaya van der Waals adalah gaya antarmolekul yang paling
lemah dan terdiri dari gaya dipol-dipol dan gaya dispersi.
Gaya dipol-dipol adalah gaya tarik menarik yang terjadi antara
molekul polar. Sebuah molekul hidrogen klorida memiliki atom hidrogen
sebagian positif dan atom klor sebagian negatif. Dalam kumpulan banyak
molekul hidrogen klorida, mereka akan mensejajarkan diri agar daerah
bermuatan sebaliknya dari molekul tetangga berdekatan satu sama lain.
Gaya dispersi juga dianggap sebagai jenis van der Waals dan yang paling
lemah dari semua gaya antarmolekul. Mereka sering disebut Gaya London
setelah Fritz London (1900-1954), yang pertama kali mengajukan
keberadaan mereka pada tahun 1930. Gaya dispersi London adalah gaya
antarmolekul yang terjadi antara atom dan antara molekul nonpolar akibat
gerakan elektron.
4. Gugus Fungsi
Atom atau kelompok atom yang paling menentukan sifat suatu senyawa
dan merupakan ciri khas dari suatu deret homolog kimia karbon disebut gugus fungsi.
Jika etana (C2H6) memiliki deret homolog alkana, dan satu atom H-nya
digantikan dengan gugus alkohol (—OH) maka menjadi C2H5OH. Maka, akan
berdampak pada perubahan sifat senyawa (fisis dan kimia) dari etana ke
etanol (C2H5OH). Kesimpulan: gugus fungsi akan membuat sifat dan struktur alkana berubah, tetapi masih dalam satu deret homolog.Nah, di bawah ini adalah daftar dari gugus fungsi senyawa karbon:
- Gugus fungsi —OH (alkohol atau alkanol)
Pada pembahasan di atas etana berbeda dengan etanol. Etanol termasuk ke dalam gugus alkohol karena mempunyai gugus fungsi —OH dalam rumus kimianya (C2H5OH). Seperti pada pelajaran sifat koligatif larutan, alkohol mudah menguap jadi sering digunakan untuk parfum. - Gugus fungsi —O— (eter atau alkoksialkana)
Disebut alkosialkana karena penggabungan dari kata: Al , oksi, alkana. Yang artinya (ambil contoh CH3—CH2—O—H3)
^^^Al = adalah rantai karbon sebelah kiri eter yaitu CH3—CH2 atau C2H5 (etil)
^^^O = eter (—O—)
^^^Alkana = adalah alkana yang atom H-nya menjadi gugus alkil yaitu CH3 - Gugus fungsi —CHO (aldehida atau alkanal)
Disebut alkanal karena mempunyai gugus mirip dengan alkohol dan asam karboksilat, ada OH dan COOH-nya. Nah, dalam aldehida terdapat dalam formalin dan pengawetan mayat - Gugus fungsi —CO— (keton atau alkanon)
Gugus fungsi ini disebut keton karena mengandung atom karbon dan oksigen berjumlah satu (1). Karbon mewakili hurus Ke, dan oksigen mewaklili huruf ton dalam nama turunan alkana keton. Keton biasanya digunakan untuk pembersih kuku. - Gugus fungsi —COOH (asam karboksilat atau asam alkanoat)
Turunan alkana satu ini berbeda sama sekali karena nantinya dalam tata nama senyawa, hanya asam karboksilat-lah yang menggunakan nama depan asam serta menandakannya dengan huruf yunani alpha, beta, gamma, dan omega. Contohnya CH3COOH dalam asam cuka - Gugus fungsi —COOR (ester atau alkil alkanoat)
Disebut alkil alkanoat karena R mewakili alkil, dan COO mewakili alkanoat dalam gugus fungsinya. Nama ester hampir mirip dengan nama eter, jadi harus hati-hati ya dalam tata namanya nanti - Gugus fungsi —X (haloalkana atau alkil halida)
Turunan alkana satu ini mempunyai nama yang unik yaitu haloalkana, seolah-olah menyapa turunan alkana gitu lho. Ckckck. Gugus X dalam turunan alkana ini adalah atom-atom halogen (golongan VIIA). Alkil halida disebut juga monohaloalkana.
5. Efek Induksi
Dalam suatu ikatan kovalen tunggal dari atom yang
tak sejenis, pasangan electron yang membentuk ikatan sigma, tidak pernah
terbagi secara merata di antara kedua atom. Electron memiliki kecenderungan
untuk tertarik sedikit ataupun banyak kea rah atom yang lebih elektronegatif
dari keduanya. Misalnya dalam suatu alkil klorida, kerapatan electron cenderung
lebih besar pada daerah didekat atom Cl daripada atom C. sebagai penunjuk bahwa
atom yang satu lebih elektronegatif, secara umum dituliskan sebagai berikut:
Jika atom karbon terikat pada klorin dan ia
sendiri berikatan pada atom karbon selanjutnya, efek induksi dapat diteruskan
pada karbon tetangganya. Akibat dari pengaruh atom klorin, electron pada
ikatan karbon klorin didermakan sebagian ke klorin, sehingga menyebabkan C1
sedikit kekurangan electron. Keadaan C1 ini menyebabkan C2 mesti mendermakan
juga sebagian elektronnya pada ikatan C2 dengan C1 agar menutupi kekurangan
electron di C1. Begitu seterusnya. Namun, efek ini dapat hilang pada suatu
ikatan jenuh (ikatan rangkap), efek induktif ini juga semakin mengecil jika
melewati C2. Pengaruh distribusi electron pada ikatan sigma ini dikenal sebagai
efek induksi.Sebagai perbandingan relatifitas efek induksi,
kita memilih atom hydrogen sebagai molekul standarnya, misalnya CR3-H.
- Jika ketika atom H dalam molekul ini diganti
dengan Z (atom ataupun gugus), kemudian kerapatan electron pada bagian CR3
pada molekul ini berkurang daripadadalam CR3-H, maka Z dapat
dikatakan memiliki suatu efek – I (efek penarik electron / electron-withdrawing
/ electron-attracting). Contoh gugus dan atom yang memiliki efek – I: NO2,
F, Cl, Br, I, OH, C6H5-.
6. Efek Hiperkonjugasi dan Efek Mesomeri
Distribusi electron dapat terjadi dalam rantai karbon
tak jenuh, khususnya dalam system terkonjugasi, melalui orbital Ļ. Contohnya
adalah gugus karbonil, tidak dapat hanya digambarkan dengan struktur sederhana
(a) saja, maupun dengan dipole (b) yang diperoleh dari pergeseran electron Ļ.
Struktur yang sebenarnya adalah (c), yaitu suatu hybrid dari (a) dan (b) yang
merupakan bentuk kononikal. Efek induksi juga dapat terjadi, seperti ditunjukan
pada (c), namun efek induksi akan sangat kecil dibandingkan dengan efek
mesomeri sebab electron Ļ kurang dapat terpolarisasi dan oleh karenanya kurang
siap untuk bergeser daripada electron Ļ.
Jika gugus C=O
terkonjugasi dengan C=C, polarisasi di
atas dapat diteruskan lebih lanjut oleh electron Ļ, contohnya: Delokalisasi terjadi, sehingga pada C3
terjadi kekurangan electron, begitu jugan dengan C1. Perbedaan
antara transmisi dengan system terkonjugasi ini dengan efek indutif dalam suatu
system jenuh adalah bahwa di sini efek kekurangan electron disebabkan oleh
transmisi tersebut, dan polaritasnya bergantian antara atom karbon yang
berdekatan.
Suatu
senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada
dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah
tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan yang
lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen berhubungan.
Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil seperti
diharapkan.
Stabilisasi dapat terjadi dengan delokalisasi ion
bermuatan positif atau negative dengan orbital ĻStabilisasi anion penoksida (2), dengan
delokalisasi muatannya dengan delokalisasi orbital Ļ pada inti, hal ini
menyebabkan fenol bersifat asam (fenol lebih asam dari alcohol tetapi lebih
rendah dari asam karboksilat)
Efek mesomerik, mirip dengan efek induksi,
efeknya terpolarisasi secara ermanen dalam keadaan dasar molekul, dan oleh
karena itu dinyatakan dalam sifat fisika senyawanya. Mesomeri hanya dapat
terjadi pada senyawa tak jenuh, namun efek induktif dapat terjadi pada senyawa
jenuh maupun tak jenuh. Efek induksi hanya terbatas pada jarak yang terbatas,
sedangkan efek mesomeri dapat terjadi sepanjang molekul masih menyediakan
system terkonjugasi.
7. Tautomeri
Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan suatu alcohol
vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari karbon Ī± ke
oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan,
kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan dua
struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa struktur-struktur
resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Kuantitas relative enol versus keto dalam suatu cairan murni dapat diperkirakan dengan spektroskopi inframerah atau nmr. Aseton terutama ada dalamketo (99,99% menurut prosedur titrasi khusus). Kebanyakan aldehida dan keton yang sederhana juga terutama ada dalam bentuk keto; tetapi, 2,4-pentanadion terdiri dari 80% enol! Bagaimana perbedaan besar ini dapat dijelaskan? Perhatikan struktur tautomer 2,4-pentanadion:
Bentuk
enol tidak hanya memiliki ikatan rangkap berkonjugasi, yang sedikit menambah
kestabilan, tetapi juga memiliki susunan yang sedemikian rupa sehingga
mmemungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen internal, yang membantu menstabilkan
tautomer ini.
Tatomeri
dapat mempengaruhi kereaktivan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap
sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki
sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa. Suatu keton yang dapat menjalani
tautomeri dapat dioksidasi oleh zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap
karbon-karbon (dari) tautomer enolnya. Rendemen reaksi ini tidak diguakan untuk
kerja sinetik, tetapi sering digunakan
dalam penuturan struktur.
8. Regangan Ruang
Kestabilan (ketidakreaktifan) sikloalkana pada mulanya dijelaskan dengan “teori regangan Baeyer” (Baeyer’s strain theory). Menurut teori ini, senyawa siklik seperti halnya sikloalkana membentuk cincin datar. Bila sudut-sudut ikatan dalam senyawa siklik menyimpang dari sudut ikatan tetrahedral (109,50) maka molekulnya mengalami regangan. Makin besar penyimpangannya terhadap sudut ikatan tetrahedral, molekulnya makin regang, dan berakibat molekul tersebut makin reaktif.Jika ditinjau dari segi regangan cincinnya, yang dihitung berdasarkan harga kalor pembakaran, terbukti bahwa harga regangan total cincin yang terbesar adalah pada siklopropana, disusul dengan siklobutana, dan siklopentana. Pada sikloheksana harganya = 0, yang sama dengan harga senyawa rantai terbuka. Besarnya harga regangan pada siklopropana tersebut disebabkan oleh adanya regangan sudut dan regangan sterik. Makin besar penyimpangannya dari sudut tetrahedral, makin besar pula regangan sudutnya.
Dalam usaha mengurangi regangan agar diperoleh kestabilan, molekul sikloalkana mengalami konformasi. Pada siklopentana konformasinya mengakibatkan keempat atom karbonnya berada dalam satu bidang dan atom karbon kelima membentuk ikatan bengkok. Pada sikloheksana konformasinya mengakibatkan semua ikatan C-C-C mempunyai sudut 109,50. Salah satu dari konformasi pada sikloheksana dinamakan konformasi kursi, yang ditandai oleh adanya dua macam orientasi ikatan C-H, yaitu enam buah ikatan C-H aksial dan enam buah ikatan C-H ekuatorial.
Dikenal pula adanya konformasi perahu pada sikloheksana, yang kestabilannya lebih rendah daripada konformasi kursi. Jika satu atom H pada sikloheksana diganti oleh gugus –CH3 atau gugus lain, maka gugus –CH3/ gugus lain tersebut dapat berposisi aksial/ ekuatorial. Dalam hal ini konformasi yang lebih stabil adalah konformasi dengan gugus –CH3 berposisi ekuatorial.
Bila sikloalkana mengikat substituen pada dua atau lebih atom karbon, maka terjadi isomer cis-trans. Salah satu contohnya adalah pada 1,2-dimetilsiklopentana. Dalam penggambaran strukturnya, cincin siklopentana digambarkan sebagai segilima datar, dengan ketentuan bila kedua substituennya terletak pada sisi yang sama dari bidang cincin dinamakan isomer cis, sedangkan bila berseberangan dengan bidang cincin dinamakan isomer trans. Pada sikloheksana juga dijumpai isomer-isomer cis-tans, yang bila digambarkan dengan konformasi kursi, yang masing-masing substituen dapat berposisi aksial atau ekuatorial. Sifat-sifat fisika dan kimia sikloalkana hampir sama dengan alkana, yaitu nonpolar, titik didih dan titik leburnya sebanding dengan berat molekulnya, dan inert (lambat bereaksi dengan senyawa lain). Reaksi sikloalkana dengan oksigen dapat menghasilkan CO2 dan H2O, sedangkan dengan halogen terhadi reaksi substitusi atom H oleh atom halogen. Khusus untuk siklopropana dan siklobutana, dengan kondisi reaksi khusus, dapat mengalami pemutusan cincin.
Sumber :
https://yustikaforict.wordpress.com/kimia-universitas/kimia-organik/kimia-organik-fisik/
http://tatangsma.com/2015/07/pengertian-keelektronegatifan-dan-skala-pauling.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Elektronegativitas
https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_hidrogen
http://ilmualam.net/pengertian-gaya-van-der-waals.html
https://amaldoft.wordpress.com/2015/10/26/gugus-fungsi-dan-senyawa-turunan-alkana-turunan-alkana/
http://aura28.blogspot.co.id/2012/10/efek-induksi-dan-mesomeri.html
http://atom-green.blogspot.co.id/2013/10/tautomeri.html
https://isepmalik.wordpress.com/2012/04/21/sikloalkana/
bagaimana pengaruh ikatan hidrogen terhadap struktur senyawa organik ? mohon dijawab ya
BalasHapusTerima kasih atas pemaparannya, cukup jelas dan sangat membantu
BalasHapusTrimakasih atas penjelasan materinya ya . sangat bermanfaat:')
BalasHapusTerima kasih, materinya dapat dijadikan referensi
BalasHapus